kubetno1.net

Libur Lebaran, Nikmati Serpihan Surga di Karimunjawa

Libur panjang lebaran kurang dua pekan. Buat Si Paling Healing, menikmati serpihan surga di Karimunjawa bisa jadi pilihan utama.
Foto: Erliana Riady

Jepara -

Libur panjang lebaran kurang dua pekan. Buat Si Paling Healing, menikmati serpihan surga di Karimunjawa bisa jadi pilihan utama. Selain deretan pantai pasir putih nan eksotis, beberapa pengalaman empirik bersama nelayan dan kearifan lokal disana menjadi kenangan yang tak terlupakan.

Memasuki awal bulan Maret tahun ini, kondisi cuaca diprediksi mendukung perjalanan detikers ke pulau di Utara Pelabuhan Jepara ini. Perjalanan laut dengan kapal cepat bisa ditempuh dalam waktu sekitar dua jam. Kalau mau lebih santuy, ada kapal feri yang membutuhkan waktu sekitar enam jam hingga berlabuh di pelabuhan Karimunjawa.

Menepi di pulau ini, traveler akan disuguhi pemandangan indah biota bawah laut yang terpampang jelas. Perairan dangkal dengan air hijau tosca yang sangat jernih, menampakkan gugusan terumbu karang dan warna warni ikan yang menari dan berlarian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

memilih paket wisata dan homestay yang ditawarkan penduduk lokal. Dengan pertimbangan, mereka lebih mengetahui hidden gems destinasi wisata pantai dan bisa mengikuti aktifitas keseharian para nelayan. Penduduk lokal sekaligus guide lokal, juga telah siap membawa traveler berkeliling dengan sarana transportasi mulai sepeda, motor hingga mobil.

Nah...sejak sore pertama tiba, healing dimulai. Pantai Tanjung Gelam menawarkan suasana senja yang bikin romantis. Spot ini cocok banget buat menghilangkan kepenatan selama perjalanan. Pasir putih pantai , gelombang mengayun lambat, dan snorkeling menikmati indahnya terumbu karang bisa dilakukan hingga senja datang.

ADVERTISEMENT

Kalau mau menikmati sunset dengan suguhan kopi dan tempe mendoan hangat, tinggal berjalan sekitar 200 meter di sisi Utara menuju Pantai Sunset. Sesuai namanya, sunset disini terlihat menakjubkan. Pancaran lembut sinar mentari yang tenggelam di ufuk barat, dipadu nyiur melambai, menciptakan suasana alam nan damai.

"Untuk makan malam, kami tawarkan ke para tamu, mau menikmati di pinggir pantai atau di home stay. Kami memang ingin memberikan pengalaman berbeda selama tamu disini. Supaya pulang membawa kenangan indah," kata Priyo, pemilik homestay Pak Pri.

Istirahat sejenak di homestay, atmosfer kekeluargaan bisa dirasakan. Ngobrol dengan semua anggota keluarga menjadi moment mempererat hubungan sebagai ikatan bathin persaudaraan. Setelah tidur malam sekitar lima jam, menjelang pukul 03.00 WIB, Pak Pri mengajak ikut mencari ikan teri. Dengan jungkung dibantu lampu penerangan, aktivitas ini sungguh mengasyikkan. Setiap mengangkat jala, ribuan ekor ikan teri yang terperangkap, akan kami santap untuk lauk sarapan.

Dengan bumbu bawang putih, merica dan garam kemudian dikocok dengan telur, ikan teri segar siap disantap. Ini juga enaknya kalau menginap di homestay. Traveler bisa ikut memasak dan rekues masakan sesuai selera. Ikan teri segar lainnya, digoreng krispi untuk camilan yang nikmat tiada tara.

"Baru kali ini merasakan gurihnya ikan teri segar. Beda banget dengan yang saya biasa konsumsi selama ini. Kalau yang ini ada manis-manisnya, gurihnya nikmat tiada tara," aku Nana, traveler asal Malang.

Ikan teri menjadi satu diantara komoditas utama andalan para nelayan Karimunjawa. Karena ekosistem di lautan Utara Jawa masih terjaga habitatnya. Sehingga para nelayan, nyaris bisa memanen tangkapan ikan teri setiap hari, tanpa mengenal musim, dibandingkan beberapa ikan laut jenis lainnya.

Selesai sarapan, perjalanan dilanjutkan. Dengan menyewa motor pemilik homestay, destinasi yang direkomendasikan adalah Pantai Bobi. Spot ini terbilang baru, karena sekitar bulan Maret 2023 lalu ditemukan warga lokal bernama Bobi. Dan kemudian ditata sedemikian rupa menjadi spot wisata baru yang wajib didatangi.

Kenapa wajib, karena disinilah lokasi tepat untuk Si Paling Healing. Sepanjang bibir pantai berpasir putih, tak nampak kotoran tersisa. Bahkan , seorang yang mendirikan warung disitu, selalu siap menyapu jika daun kelapa dan Cemara udang mengering berjatuhan. Bibir pantai sepanjang satu kilometeran ini sangat bersih.

Di bawah deretan nyiur melambai, pengelola membangun gazebo-gazebo yang nyaman untuk melepas lelah. Ada beberapa spot instagramable disediakan, ada beberapa ayunan dengan tali tampar besar sangat panjang yang dikaitkan dengan dahan pohon kelapa di pinggir pantai.

Gugusan bukit di sisi Utara pantai, menghijaukan pemandangan yang didominasi warna putih disini. Warna menenangkan, suasana adem menenangkan apalagi traveler bisa berjalan menapaki bibir pantai yang airnya surut sekitar pukul 09.00 pagi. Imajinasi melayang seakan berjalan menuju kahyangan...semua serba putih.

Sambil menikmati kesegaran air kelapa muda, ibu pemilik warung akan menceritakan legenda perahu yang konon milik Sunan Nyamplungan, putra Sunan Muria yang diasingkan di pulau ini. Konon, putra sang wali yang bernama asli Amir Hasan berperangai kurang terpuji, sehingga dihukum menjalani hidup di pulau buangan ini. Dari selat Muria, dia disuruh naik perahu sampan menuju sebuah pulau yang terletak di Utara Jepara. Namun perahunya karam menghantam terumbu karang. Dan sampai saat ini terlihat batu menyembul berbentuk menyerupai perahu bisa terlihat dari tepi Pantai Bobi.

"Asal usul nama Karimunjawa, konon katanya juga dari Sunan Muria. Beliau melihat pulau ini dari atas Gunung Muria terlihat kremun-kremun. Itu bahasa Jawa, yang artinya tidak jelas terlihat. Akhirnya pulau ini diberi nama Kremun ko Jawa. Karimunjawa," tutur Sri, pemilik warung.

Sambil menunggu saat makan siang, perjalanan berlanjut ke Museum rumah adat suku yang berdiam di Karimunjawa. Beberapa literasi menulis, Karimunjawa dikenal sebagai "Indonesia Mini" karena penduduknya sangat beragam, terdiri atas berbagai suku seperti suku Jawa, Bugis, Madura, Buton, Bajo, dan Mandar (Anis, 2015). Oleh karena itu, tidak salah jika Karimunjawa dikatakan sebagai pulau kecil yang memiliki multikulturalisme yang kental.

Sayang, museum ini terkesan tidak terurus. Padahal banyak hal menarik bisa dijumpai , karena berdiri kokoh rumah panggung Baboroh khas suku Bajo dan Joglo Limasan khas Jawa. Selain rumah adat, rekam jejak multikulturalisme ini juga bisa dijumpai dari para pembuat perahu kayu yang merupakan warga keturunan suku Bajo dan Bugis. Traveler bisa melihat langsung dan ngobrol dengan para pembuat perahu kayu yang banyak bermukim di kawasan Pantai Kamojan.

"Kalau dulu kayu masih bisa didapat dari hutan disini. Sekarang saya mesti datangkan sebagian dari Kalimantan. Untuk perahu panjang sekitar 20 meter dan lebar 7 meter ini, sekalian ongkos tukang, saya butuh dana sampai Rp 200 juta," ujar
Kasan.

Ngobrol dengan Kasan membuat waktu berjalan hampir dua jam. Senja-pun menjelang. Dalam perjalanan pulang ke homestay, deretan pantai cantik menjadi pemandangan sore yang tak terlupakan. Apalagi sampai di homestay, menu sotong bakar dan sambal kecap telah tersedia di meja makan. Uluuhh...nikmatKU mana lagi yang kau dustakan.

Waktu tiga hari dua malam, serasa belum cukup untuk menikmati liburan di Karimunjawa. Walaupun didominasi wisata pantai, tapi Karimunjawa punya banyak tawaran lainnya. Seperti menyusuri hutan mangrove, air terjun sampai nge-camp di gugusan pulau kecil di sekitar pulau Karimunjawa.

Disela fenomena kerusakan lingkungan dampak maraknya kapitalisasi tambak udang, pulau ini punya daya tarik tersendiri. Semoga saja pemerintah secepatnya membuat kebijakan, agar kecantikan Pulau ini tetap terjaga dan lestari sepanjang masa. Karena Karimunjawa adalah eksotisme semesta dan multikulturalisme kearifan lokal yang berpadu dengan indahnya.



Simak Video "Seru-seruan Bermain di Jernihnya Air Pulau Gleyang Karimunjawa"
[Gambas:Video 20detik]
(ddn/ddn)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat