kubetno1.net

Bali Dikepung Overtourism: Tantangan Besar dan Peluang untuk Berbenah

Pelancong pelesiran di Desa Wisata Penglipuran, Bangli, Bali, saat libur Lebaran 2024. Desa itu sampai dikunjungi 7 ribu turis per hari.
Foto: Turis di Bali (dok. Pengelola Desa Penglipuran)

Denpasar -

Sebagai destinasi wisata favorit, overtourism telah menjadi isu di pulau Dewata. Belakangan, media asing menyoroti kondisi Bali yang tak lagi sama.

Pulau Dewata, Bali kini tengah disorot dan diisukan mengalami masalah overtourism. Channel News Asia (CNA) dalam artikel berjudul 'Not quite the Bali it used to be? This is what overtourism is doing to the island', menilai suasana di Pulau Dewata tidak lagi sesantai dan sebebas dulu.

Namun, isu Bali yang alami overtourism ditampik oleh Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun. Kini pulau dewata belum overtourism, hanya persebaran wisatawan yang tidak merata.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Secara keseluruhan Bali belum mengalami overtourism. Yang sekarang menjadi persoalan yaitu terkonsentrasinya wisatawan di daerah tertentu, salah satunya di Bali Selatan," kata Pemayun.

Di sisi lain, pemerhati pariwisata Prof. Dr. Drs. I Putu Anom, M.Par, yang juga Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana juga sependapat dengan Kadispar Bali yang mengatakan bahwa Bali belum alami overtourism.

ADVERTISEMENT

"Pendapat saya sama, bahwa Bali ini menurut saya belum overtourism. Kenapa? Karena wisatawan yang banyak hanya berada di Bali Selatan. Kalau dibilang kelebihan wisatawan kita di Bali belum. Di daerah Bali lainnya hunian kamar masih rendah, walaupun lagi peak season," jelas Anom.

Jika dilihat hampir semua fasilitas dan akomodasi terpusat di Bali Selatan. Seperti Lokasi Bandara I Gusti Ngurah Rai, restoran, resort, hotel-hotel mewah yang sebagian besar terletak di Nusa Dua, Kuta Utara, Kuta Tengah, dan Kuta Selatan, yang merupakan bagian dari Bali selatan.

"Kenapa wisatawan menumpuk di Bali Selatan, ini karena bandara dan segala fasilitas akomodasi ada di Bali Selatan, seperti Nusa Dua, Kuta Utara, Kuta Tengah, dan Kuta Selatan. Saat wisatawan turun dari bandara, tentu akan mencari akomodasi terdekat," kata Anom.

Dia menilai, media asing dan wisatawan kini tengah menyoroti permasalahan kemacetan yang baru-baru ini terjadi. Dia pun mengakui bahwa infrastruktur di Bali Selatan belum memadai untuk mengakomodir semua aktivitas yang terkonsentrasi di sana. Sehingga dianggap sebagai overtourism.

"Wisatawan dan media asing itu menyoroti kemacetan yang terjadi belakangan ini. Memang kita mengakui infrastruktur kita di Bali Selatan belum memadai untuk mengakomodasi penduduk dan wisatawan yang padat di Bali Selatan, sehingga menimbulkan kemacetan dan masalah lainnya. Ini yang dinilai overtourism," imbuh Anom.

Jika berbicara secara teoritis, Anom menjelaskan bahwa overtourism akan terjadi saat wisatawan yang datang lebih dari kapasitas kamar yang ada. Namun, secara menyeluruh daerah Bali lainnya masih banyak kamar kosong sehingga Bali belum overtourism, melainkan ketidakmerataan wisatawan.

"Kalau secara teori, overtourism terjadi saat jumlah wisatawan melebihi kapasitas kamar yang ada. Jadi pada prinsipnya Bali belum overtourism. Masih banyak kamar-kamar hotel yang kosong. Kita di Bali belum sampai kekurangan kamar hotel. Kuncinya adalah Bali kini mengalami ketidakmerataan wisatawan," ujar dia.

Dengan berbagai kondisi yang ada, mungkin sudah tidak perlu diperdebatkan lagi apakah Bali mengalami overtourism atau tidak. Yang jelas, kini Bali dituntut untuk berbenah guna menopang pariwisata yang semakin berkembang.

Bali Perlu Berbenah

Anom menyebut Bali perlu berbenah diri. Permasalahan infrastruktur yang menjadi sorotan. Infrastruktur di Bali Selatan, mulai dari jalan hingga drainase perlu diperbaiki. Dia menyoroti banyak drainase yang tersumbat dan menyebabkan banjir di daerah Bali Selatan. Menimbulkan ketidaknyamanan wisatawan.

Terlebih kini turis asing yang masuk ke Bali dipungut biaya sebesar Rp 150 ribu per orang. Hal ini sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki infrastruktur di Pulau Dewata. Mengatasi kemacetan dan banjir, untuk Bali yang lebih baik.

"Perbaikan ini harus cepat dilakukan. Apalagi kini turis asing diwajibkan membayar sebesar 150 ribu saat berkunjung ke Bali. Ini tujuannya bisa digunakan untuk lingkungan dan memperbaiki infrastruktur," kata dia.

"Contohnya jalan lingkar di Nusa Dua itu perlu cepat diselesaikan. Perlu shortcut di kawasan Canggu dan merealisasikan rencana kereta api atau LRT. Ke depan harus dipikirkan mewujudkan bandara Bali Utara," imbuh Anom.

Dengan menumpuknya wisatawan di Bali Selatan itu, Anom menyarankan agar pembagian wisatawan ke daerah Bali lainnya, seperti Bali Utara, Timur, dan Barat juga perlu dilakukan. Dia menambahkan bawah daerah Bali lainnya juga perlu dipromosikan, sekaligus dilengkapi dengan infrastruktur yang baik.

Anom menyarankan khususnya untuk biro perjalanan membuat rute wisata ke berbagai daerah Bali. Ini akan membantu penyebaran wisatawan ke seluruh penjuru daerah Bali.

"Di usahakan pemerintah juga mempromosikan akomodasi dan atraksi di seluruh daerah Bali. Biro perjalanan juga bisa membuat rute ke perjalanan, misalkan 2 hari di Bali Selatan, 2 hari di Bali Utara, jadi lebih tersebar," Anom menyarankan.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Menparekraf Sandiaga Uno yang menyebut perlu dilakukan sejumlah pendekatan supaya wisatawan bisa menyebar ke seluruh Bali, tidak menumpuk di Bali selatan dan lebih terdistribusi ke Bali barat, utara, dan timur.

Segala ide dan gagasan tentu sudah dituangkan menjadi berbagai solusi konkret untuk kondisi Bali saat ini. Anom juga menganjurkan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah yang memegang peran kunci, pengelola pariwisata, akademisi, dan stakeholders pariwisata.



Simak Video "Sandiaga Ungkap Baru 40% Wisman di Bali Bayar Retribusi"
[Gambas:Video 20detik]
(wsw/wsw)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat